Tuesday, November 18, 2014

Pemikiran Ekonomi Ibn Khaldun "Sang Sosial Islam"

PENDAHULUAN
Ilmu ekonomi Islam telah berkembang secara gradual sebagai suatu subjek lintas disiplin dalam karya-karya tulis para mufassir Al-Quran, fuqaha, sejarawan, dan para filosof social, politik, dan moral.
Salah satu ajaran yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek kehidupan (muamalahiqati shodiyah). Ajaran Islam tentang ekonomi cukup banyak, baik dalam Al Qur’an, Sunnah, maupun ijtihad para ulama. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam masalah ekonomi sangat besar, ayat yang terpanjang dalam Al Qur’an justru berisi tentang masalah perekonomian, bukan masalah ibadah (mahdah) atau aqidah. Ayat yang terpanjang itu adalah ayat 282 dalam surat al-Baqarah, yang menurut Ibnu ‘arabi ayat ini mengandung 25 hukum/masalah ekonomi .
Beberapa ilmuan muslim yang berhasil menghasilkan karya fenomenal pada teori ekonomi diantaranya adalah Ibnu Taimiyyah, Ibnu Rushd, Ibnu Kholdun, al-Ghazali dan masih banyak lagi. Pada pembahasan masalah ini Penulis akan lebih spesifik membahas mengenai pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun, dan bagaimana implikasinya terhadap perekonomian sekarang ini terutama perekonomian di Indonesia.






PEMBAHASAN
Pemikiran Ekonomi Ibn Khaldun
A. Biografi Ibn Khaldun
1. Fase Kelahiran,Perkembangan dan Studi
Ibn Khaldun dilahirkan di Tunisiapada awal Ramadhan 732 M/27 mei 1332 M. Ia mempunyai nama lengkap Abduurahman Abu Zaid Waliuddin Ibn Khaldun. Abdurrahman adalah nama kecilnya dan Abu Zaid adalah nama panggilan keluargannya,sedangkan Waliuddin adalah gelar yang diberikan kepadanya sewaktu ia menjabat sebagai qadhi di Mesir. Selanjutnya ia lebih popular dengan sebutan Ibn Khaldun.
Dalam karyanya at-Ta’rif, ibn khaldun menerangkan dirinya dan garis keturunannya sebagai Abdurrahman Ibn Muhammad Ibn al-Hasan Ibn Jabir Ibn Muhammad ibn Ibrahim Ibn Abdurrahman Ibn Khaldun. Keluarganya berasal dari Hadramaut (Yaman) dan silsilahnya sampai pada salah seorang sahabat Nabi saw yang bernamaWail Ibn hujr dari kabilah Kindah.
Masa kelahiran Ibn Khaldun merupakan penghujung zaman pertengahan dan permulaan zaman Renaissance di Eropa. Ia hidup ketika dunia islam berada pada masa kemunduran dan disintegrasi jatuhnya kekhalifahan Abbasiyah ke tangan Moghul pimpinan Timur Lenk.
Ibn Khaldun mendapatkan kesempatan belajar dari para ulama dan ayahnya sendiri,seorang perwira militer dan administrator. Dalam usia muda Ibn Khaldun telah menghapal Alquran dan menguasai beberapa disiplin Islam seperti tajwid,tafsir,hadist,ushul fiqh,tauhid dan fiqh mazhab Maliki. Ia juga mempelajari ilmu-ilmu aqliyah seperti filsafat,tasawuf dan metafisika serta ilmu-ilmu bahasa seperti nahwu,sharaf,balagah. Disamping itu ia juga tertarik pada ilmu politik,sejarah,ekonomi,geografi, fisika dan matematika.
Ibn khaldun meninggal dunia padatanggal 26 Ramadhan 808 H/16 Maret 1406 M dalam usia 74 tahun menurut hitungan masehi atau 76 tahun menurut tahun hijriyah.
B. Karya-karya Ibn khaldun
1. Kitab al’Ibar : tentang sejarah
2. Kitab Al-muqaddimah: tentang gejala-gejala sosial
3.Kitab at-Ta’rif : tentang autobiografi Ibn Khaldun
C. Pendekatan Ekonomi IbnKhaldun; Dinamika Sosial Ekonomi dan Politik
Pendekatan ekonomi Ibn Khaldun yang terdapat dalam muqaddimah, tidak terlepas dari pengamatannya dalam menulis muqaddimah. Muqaddimah merupakan volume pertama dari tujuh volume buku sejarah yang disebuh buku al-I’bar.
Analisis interdisipliner dan dinamis dari Ibn Khaldun, tercermin dalam rumusannya yang menghubungkan semua variable-variabel social, ekonomi dan politik, termasuk syariah (S), kekuasaan politik atau wazi (G), masyarakat atau rijal (N), kekayaan atau sumber daya atau mal (W), pembangunan atau imarah (g) dan keadilan atau ‘adl (j).
D. Pemikiran Ekonomi Ibn Khaldun
1. Mekanisme Pasar
Ibn khaldun secara khusu memberikan ulasan tentang harga dalam bukunya al-muqadimmah pada satu bab berjudul” Harga-harga di Kota”.
Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan populasinya bertambah banyak, maka pengadaan barang-barang kebutuhan pokok menjadi prioritas.
… karena segala macam biji-bijian merupakan sebagian dari bahan makanan kebutuhan pokok. Karenanya, permintaan akan bahan itu sangat besar, tak seorangpun melalaikan bahan makanannya sendiri atau bahan makanan keluarganya, baik bulanan atau tahunan. Sehingga usaha untuk mendapatkannya dilakukan oleh seluruh penduduk kota, atau oleh sebagian besar dari pada mereka, baik didalam kota itu sendiri. Maupun didaerah sekitarnya. Ini tidak dapat dipungkiri, Masing-masing orang yang berusaha untuk mendapatkan makanan untuk dirinya sendiri memiliki surplus besar melebihi kebutuhan diri dan keluarganya. Surplus ini dapat mencukupi kebutuhan sebagian besar penduduk kota itu. Tidak dapat diragukan, penduduk kota itu memiliki makanan lebih dari kebutuhan mereka. Akhirnya, harga makanan seringkali menjadi murah…
…di kota-kota kecil dan sedikit penduduknya, bahan makanan sedikit, karena mereka memiliki supply kerja yang kecil, dan karena melihat kecilnya kota, orang-orang khawatir kehabisan makanan. Karenanya, mereka mempertahankan dan menyimpan makanan yang telah mereka miliki. Persediaan itu sangat berharga bagi mereka, dan orang-orang yang mau membelinya haruslah membayar dengan harga tinggi.




Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:


Dengan pernyataan di atas, menurut Adiwarman Karim, kondisi ini dapat dijelaskan dengan grafis sebagai berikut: supply bahan pokok penduduk kotabesar (Qs2) jauh lebih besar dan padasupply bahan pokok penduduk kota kecil(Qs1). Dimana menurut Ibnu Khaldun, penduduk kota besar memiliki supply bahan pokok yang melebihi kebutuhannya sehingga harga bahan pokok di kota besar relatif lebih murah (P2). Sementara itu,supply bahan pokok dikota kecil relatif kecil, karena itu orang-orang khawatir kehabisan makanan sehingga harganya relatif lebih mahal (P1).
Ibnu Khaldun juga menjelaskan bahwa barang-barang hasil industri, dan
tenaga buruh, juga mahal di tempat yang makmur, di karenakan tiga hal:
1. Karena besarnya kebutuhan yang ditimbulkan oleh meratanya hidup mewah dalam tempat yang demikian, dan padatnya penduduk.
2. Gampangnya orang mencari penghidupan, dan banyaknya bahan makanan di kota-kota menyebabkan tukang-tukang (buruh) kurang mau menerima bayaran rendah bagi pekerjaan dan pelayanaannya.
3. Karena banyaknya orang kaya yang kebutuhannya akan tenaga buruh dan tukang juga besar, yang berakibat dengan timbulnya persaingan dalam mendapatkan jasa pelayanan, dan pekerja, dan berani membayar mereka lebih dari nilai pekerjaannya. Ini menguatkan kedudukan para tukang, pekerja dan orang yang mempunyai keahlian, dan membawa peningkatan nilai pekerjaan mereka. Untuk itu, pembelanjaan orang kota makin meningkat.
Dengan kondisi permintaan terhadap barang-barang pelengkap akan meningkat seiring berkembangnya peradaban kota dan berubahnya gaya hidup masyarakatnya. Disitu akan timbul meningkatnya kebutuhan sehari-hari. Tiap orang berusaha membeli barang mewah menurut kesanggupannya. Dengan demikian persediaan tidak bisa mencukupi kebutuhan; jumlah pembeli meningkat sekalipun persediaan barang itu sedikit, sedang orang kaya berani membayar tinggi sedangkan kebutuhan mereka makin besar dan ini menyebabkan harga naik.
Lebih lanjut Adiwarman Karim mengomentari, bahwa fenomena ini dapat disimpulkan sebagai terjadinya proses peningkatan disposable income (Pendapatan sesudah pajak,) dari penduduk kota-kota. Naiknya disposable income dapat meningkatkan marginal propensity to consume (proporsi pendapatan untuk konsumsi) terhadap barang-barang mewah dari penduduk kota tersebut. Hal ini kemudian menciptakan permintaan baru atau peningkatan permintaan terhadap barang-barang mewah. Akibatnya harga barang mewah akan meningkat pula.
Pada bagian lain, Ibnu Khaldun juga menjelaskan faktor yang berpengaruh terhadap naik turunnya penawaran terhadap harga. Ia mengatakan: “Ketika barang-barang yang tersedia sedikit, harga-harga akan naik. Namun bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang akan melimpah dan harga akan turun.”
Melalui analisa tersebut, Ibnu Khaldun telah mengidentifikasi kekuatan permintaan dan penawaran sebagai penentu keseimbangan harga. Dengan demikian, Ibnu Khaldun telah mendefinisikan bahwa harga adalah hasil dari hukum permintaan (demand) dan penawaran (supply). Jika suatu barang langka dan banyak diminta, maka harganya tinggi. Jika suatu barang berlimpah, harganya rendah. Permintaan suatu barang adalah berdasarkan kegunaan (utility) barang tersebut, dan tidak selalu karena kebutuhan. Pandangan ini sangat mirip dengan hukum permintaan dan penawaran dalam ekonomi modern.
Faktor-faktor yang menetapkan penawaran menurut Ibnu Khaldun adalah: permintaan, tingkat keuntungan relatif, tingkat usaha manusia, besarnya tenaga buruh termasuk ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, ketenangan dan keamanan dan kemampuan teknik dan perkembangan masyarakat secara keseluruhan. Semua ini merupakan elemenelemen penting dari teori produksinya. Jika harga turun dan menyebabkan kebangkrutan, modal menjadi hilang, insentif untuk penawaran menurun, dan mendorong munculnya resesi. Pedagang dan pengrajin pun menderita.
Faktor-faktor yang menentukan permintaan adalah pendapatan, jumlah penduduk, kebiasaan dan adat istiadat masyarakat, serta pembangunan dan kemakmuran masyarakat secara umum. Sementara Ibnu Khaldun terus bergerak jauh dari para ekonom konvensional, kemungkinan ia tidak memikirkan grafik penawaran dan permintaan, elastisitas penawaran dan
permintaan, dan yang utama adalah keseimbangan harga yang memainkan peranan dalam diskusi ekonomi modern.
2. Teori Pembagian Tenaga Kerja (Division Of Labor)
Pandangan Ibnu Khaldun bahwa apabila pekerjaan dibagi-bagi diantara masyarakat berdasarkan spesialisasi, akan menghasilkan output yang lebih besar. Seperti pemikir sebelumnya Imam Al Ghazali (1058-1111 M) juga telah menyampaikan tentang tahapan dan keterkaitan produksi yang beragam mensyaratkan adanya pembagian kerja, koordinasi, dan kerjasama, dengan mempergunakan contoh produk roti yang siap dimakan dengan bantuan mungkin lebih dari seribu pekerja. Al Ghazali menekankan kebutuhan terhadap pembagian tenaga kerja dengan mempergunakan contoh pabrik jarum, yang kemudian sepertinya menginspirasi Adam Smith (1723-1790 M) yang mempergunakan contoh pabrik peniti.
Ibnu Khaldun menekankan perlunya pembagian kerja dan spesialisasi dengan menyatakan bahwa “Menjadi jelas dan pasti bahwa seorang individu tidak akan dapat memenuhi seluruh kebutuhan ekonominya sendirian. Mereka semua harus bekerja sama untuk tujuan ini.Apa yang dapat dipenuhi melalui kerja sama yang saling menguntungkan jauh lebih besar dibandingkan apa yang dapat dicapai oleh individu-individu itu sendirian”.
Konsep pembagian kerja Ibnu Khaldun ini berimplikasi pada peningkatan hasil produksi. Sebagaimana teori division of labor Adam Smith (1729-1790), pembagian kerja akan mendorong spesialisasi, dimana orang akan memilih mengerjakan yang terbaik sesuai dengan dengan bakat dan kemampuannya masing-masing. Hal ini akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil produksi secara total.
3. Perpajakan (Taxes)
Peningkatan pajak terkait langsung bagaimana peranan perusahaan swasta dan negara dalam pembangunan ekonomi, baginya negara juga factor penting dalam produksi. Melalui pembelanjaannya, negara mampu meningkatkan produksi dan melalui pajaknya mampu melemahkan produksi. Karena pemerintah membangun pasar terbesar untuk barang dan jasa yang merupakan sumber utama bagi semua pembangunan, penurunan dalam belanja negara tidak hanya menyebabkan kegiatan usaha menjadi sepi dan menurunnya keuntungan, tetapi juga mengakibatkan penurunan dalam penerimaan pajak. Semakin besar belanja pemerintah, kemungkinan semakin baik bagi perekonomian. Belanja tinggi memungkinkan pemerintah untuk melakukan hal-hal yang dibutuhkan bagi penduduk dan menjamin stabilitas hukum, peraturan dan politik. Tanpa stabilitas peraturan dan politik, produsen tidak mempunyai insentif untuk memproduksi.
Menurut Ibnu Khaldun insentif bekerja dipengaruhi oleh pajak. Pajak yang tinggi akan menurunkan produksi dan populasi. Pajak yang tinggi menyebabkan dis-insentif bagi masyarakat untuk berproduksi dikarenakan bertambahnya struktur biaya yang akan dibebankan ke konsumen. Selain itu pajak yang tinggi akan menyebabkan berkurangnya populasi penduduk karena mendorong terjadinya emigrasi ke wilayah atau negara lain. Sehingga pada akhirnya akan menurunkan pendapatan pajak akibat menurunnya basis pajak (baik objek maupun subjek pajak). Ia juga menyimpulkan bahwa “faktor terpenting untuk prospek usaha adalah meringankan seringan mungkin beban pajak bagi pengusaha untuk menggairahkan kegiatan bisnis dengan menjamin keuntungan lebih besar (setelah pajak)”. Disini ia menjelaskan dengan menyatakan bahwa “ketika pajak dan bea cukai ringan, rakyat akan memiliki dorongan untuk lebih aktif berusaha. Bisnis bagaimanapun juga akan mengalami kemajuan, membawa kepuasan yang lebih besar bagi rakyat karena pajak yang rendah dan penerimaan pajak juga meningkat, secara total dari jumlah keseluruhan penghitungan pajak.”
Ibnu Khaldun menulis bahwa pajak harus dikenakan secara proporsional sesuai dengan kemampuan pembayar pajak. Dalam konteks perpajakan modern, berarti progressive tax seperti pajak penghasilan harus digalakkan melalui perbaikan data base dan administrasi perpajakan; sedangkan pajak tak langsung seperti PPN yang mengikis daya beli seluruh rakyat harus segera dihapuskan. Penghapusan PPN akan menurunkan harga barang secara spontan, sehingga permintaan akan meningkat. Naiknya permintaan, sepanjang didukung iklim investasi yang kondusif, akan mengundang investor untuk menanamkan modalnya dan menciptakan penawaran. Berinteraksinya permintaan dengan penawaran akan menciptakan keuntungan pada perusahaan, yang selanjutnya akan dipungut pajaknya oleh administrasi perpajakan yang rapi dan jujur, sehingga penerimaan negara pun meningkat.
4. Teori Uang (Money)
Menurut Ibnu Khaldun, uang tidak selalu identik dengan kesejahteraan tetapi hanya alat dimana kesejahteraan akan diraih. Berkaitan tentang fungsi uang, menurutnya uang memiliki dua fungsi, yaitu sebagai ukuran pertukaran (standard of excange) dan sebagai penyimpan nilai (store of value).
Bagi Ibnu Khaldun, dua logam yaitu emas dan perak, adalah ukuran nilai semua akumulasi modal. Karena logam-logam ini diterima secara alamiah sebagai uang dimana nilainya tidak dipengaruhi oleh fluktuasi subjektif. “Allah menciptakan dua “batuan” logam tersebut, emas dan perak, sebagai ukuran nilai semua akumulasi modal. Emas dan peraklah yang dipilih untuk dianggap sebagai harta dan kekayaan oleh penduduk dunia.” Oleh karena itu, Ibnu Khaldun mendukung penggunaan emas dan perak sebagai standar moneter. Baginya, pembuatan uang logam hanyalah merupakan sebuah jaminan yang diberikan oleh penguasa bahwa sekeping uang logam mengandung sejumlah kandungan emas dan perak tertentu. Percetakannya adalah sebuah kantor religious dan karenanya tidak tunduk kepada aturan-aturan temporal. Jumlah emas dan perak yang dikandung dalam sekeping koin tidak dapat diubah begitu koin tersebut sudah diterbitkan/diedarkan.
Disisi lain Ibnu Khaldun menambahkan bahwa uang itu tidak harus mengandung emas dan perak, hanya saja emas dan perak dijadikan standar nilai uang. Sementara pemerintah menetapkan harganya secara konsisten. Oleh karena itu Ibnu Khaldun menyarankan agar harga emas dan perak itu konstan meskipun harga-harga lain berfluktuasi. Berdasarkan pendapat Ibnu Khaldun di atas, sebenarnya standar mata uang yang ia sarankan masih merupakan standar emas atau the gold bullion standard, yaitu ketika logam emas bukan merupakan alat tukar namun otoritas moneter menjadikan logam tersebut sebagai parameter dalam menentukan nilai tukar yang beredar. Koin emas tidak lagi secara langsung dipakai sebagai mata uang. Dalam system ini diperlukan suatu kesetaraan antara uang kertas yang beredar dengan jumlah emas yang disimpan sebagai back up. Setiap orang bebas memperjualbelikan emas, system ini berlaku antara tahun 1890-1914 M. Disinilah terlihat ketajaman analisis Ibnu Khaldun tentang standar mata uang. Ia sebagaimana al-Ghazali, memprediksi bahwa pada saatnya nanti seiring dengan perkembangan perekonomian, maka standar uang atau standar moneter juga akan mengalami perubahan.
5. Pembangunan (development)
Sebagaimana dalam analisis yang dikembangkan Umar Chapra, bahwasanya pembangunan, menurut Ibnu Khaldun dipengaruhi oleh peranan negara dan keberhasilan pembangunan tersebut ditentukan oleh wujudnya keadilan. Artinya jika pembangunan itu tidak adil, maka pembangunan itu pada hakekatnya gagal dan ini menjurus pada kemunduran masyarakat dan negara. Ia juga menekankan bahwa, pembangunan yang dijalankan harus sesuai dengan syari’ah. Pembangunan yang tidak berdasarkan syari’ah, adalah pembangunan yang materialistis kapitalistik dan salah. Menurutnya pembangunan juga harus ditopang oleh kemauan umat yang dilengkapi dengan tiga kapital utama, yaitu; human capital, intelligent capital dan organization capital.
6. Perdagangan Internasional (Foreign Trade)
Ibnu Khaldun mengemukakan bahwa barang akan menjadi lebih berharga dengan diperdagangkan lintas negara karena kepuasan masyarakat, laba pedagang, dan kesejahteraan negara semuanya akan meningkat (gains from trade). Ia juga menekankan peranan pembagian kerja internasional yang lebih didasarkan pada keterampilan penduduk dari masing-masing negara. Menurutnya, pembagian kerja internasional tidak didasarkan pada sumbersumber kekayaan alamnya.
Teori Ibnu Khaldun mengandung embrio dari teori perdagangan internasional, disertai suatu analisa tentang syarat pertukaran antara Negara kaya dengan negara-negara miskin dan tentang kecenderungan alamiyah untuk impor dan ekspor. Selain itu ia juga memaparkan proses perkembangan kumulatif yang disebabkan oleh infrastruktur intelektual suatu negara. Dimana semakin berkembang suatu negara, semakin banyak modal dan organisasi infrastruktur intelektualnya. Karena orang-orang yang terampil ditarik oleh infrastruktur ini dan datang untuk hidup dalam negeri ini.
Hal inilah yang kemudian menjelaskan suatu proses kumulatif yang menjadikan negeri-negeri kaya semakin kaya dan negeri miskin bertambah miskin.
7. Kesejahteraan Bangsa (wealth of nations)
Menurut Ibnu Khaldun, alat untuk mencapai kesejahteraan dan pembangunan sebuah bangsa dipengaruhi oleh adanya pembangunan yang adil. Perwujudannya juga dipengaruhi oleh peranan negara dan masyarakat, serta tingkat pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai syari’ah dalam sebuah bangsa. Ibnu Khaldun menegaskan bahwa kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara tersebut. Menurutnya, kekayaan negara ditentukan oleh dua hal: (1) Tingkat produksi domestik; dan (2) Neraca pembayaran yang positif dari negara tersebut.
Pertama, tingkat produksi domestik. Suatu negara boleh saja mencetak uang sebanyak-banyaknya, tetapi bila hal ini tidak merefleksikan pesatnya pertumbuhan sektor produksi (baik barang maupun jasa), maka uang yang melimpah itu tidak ada nilainya. Sektor produksilah yang menjadi motor pembangunan, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, dan menimbulkan permintaan atas faktor produksi lainnya.
Kedua, neraca pembayaran yang positif. Ibnu Khaldun juga menegaskan bahwa neraca pembayaran yang positif akan meningkatkan kekayaan Negara tersebut. Hal ini disebabkan neraca pembayaran yang positif menggambarkan dua hal:
a) Tingkat produksi negara tersebut untuk suatu jenis komoditi lebih tinggi daripada tingkat permintaan domestik negara tersebut, atau supply lebih besar dibanding demand, sehingga memungkinkan negara tersebut melakukan ekspor.
b) Tingkat efisiensi produksi negara tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain. Dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi maka komoditi suatu negara mampu masuk ke negara lain dengan harga yang lebih kompetitif.
E. Pemikiran selanjutnya tentang ekonomi Ibnu Khaldun (732-808 H/1332-1046)
1. Persoalan Ekonomi
Soal-soal ekonomi dibicarakan juga oleh filosof Islam, Ibnu Khaldun (1332-1046) dalam bukunya Muqaddimah bagian V, “Motif ekonomi timbul karena hasrat manusia yang tidak terbatas, sedangkan barang yang memuaskan kebutuhannya itu sangat terbatas. Sebab itu pemecah soal ekonomi haruslah dipandang dari dua sudut, sudut tenaga dan sudut penggunaannya.
Adapun sudut tenaga terbagi menjadi:
a. Tenaga untuk mengerjakan barang-barang (obyek) untu memenugi kebutuhan sendiri (subyek) dinamakan ma’asy (penghidupan).
العيشة ا و المعا ش ا و العيشة
b.Tenaga untuk mengerjakan barang-barang yang memenuhi kebutuhan orang banyak, dinamkan tamawwul التمو ل) ) (perusahaan)
Pembagian seperti ini didasarkan kitab suci Alquran misalnya, perkataan “ Ma’isya” dalam surat Al-Haqqah ayat 21 dan Al-Qariah ayat 7 kata “ma’asyah” dalam surat Naba’ ayat 11 “ma’isyah”.
Adapaun dari jurusan kegunaannya dapatlah dibagi menjadi:
a) Kegunaan barang-barang yang dihasilkan hanya untuk diri sendiri dinamakan rezeki الر زؤ) (kata ini disebut 55 kali dalam Alquran dan 73 kali kata-kata ynag sama)
b. Kegunaannya untuk kepentingan orang banyak, sedangkan kepentingan orang yang mengerjakan tidaklah menjadi tujuan. Ini dinamakan kasab الكسب (tersebut 67 kali dalam Alquran)
2.Soal-soal ekonomi dalam 33 Pasal
Uraian selanjutnya tentang ekonomi oleh Ibnu Khaldun dalam bukunya Muqaddimah yang dibagi menjadi 33 Pasal. Semua itu dapat kita simpulkan menjadi 6 bagian “
1) Pasal 1: Terminologi kata-kata ekonomi
2)Pasal 2:mengenai pembagian rencana-rencana ekonomi kepada dua golongan dengan jenis usahanya, yaitu golongan usaha natuurlijk langsung rencana ekonomi, dan dua golongan usaha yang bukan natuurlijk menjadi rencana ekonomi.
3) Pasal 3 sampai pasal 7 (5 pasal) diuraikan tentang usaha-usaha bukan natuuralijk menjadi usaha ekonomi, dan juga uraian tentang factor-faktor luar yang ada pengaruhnya dalam ekonomi.
4) Pasal 8 khusus mengenai soal pertanian
5) Pasal 9 sampai 15 (7 pasal) mengupas soal perdagangan dalam segala segi
6) Pasal 16-sampai akhir pada 33 (13 pasal) memberikan analisis tentang soal perusahaan dalam segala bagiannya.


















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ibn Khaldun dilahirkan di Tunisiapada awal Ramadhan 732 M/27 mei 1332 M. Ia mempunyai nama lengkap Abduurahman Abu Zaid Waliuddin Ibn Khaldun. Abdurrahman adalah nama kecilnya dan Abu Zaid adalah nama panggilan keluargannya,sedangkan Waliuddin adalah gelar yang diberikan kepadanya sewaktu ia menjabat sebagai qadhi di Mesir. Selanjutnya ia lebih popular dengan sebutan Ibn Khaldun.
Pemikiran Ibnu Khaldun terletak pada”
1) Mekanisme Pasar
2) Division of Labour
3) Perpajakan
4) Teori Uang
5) Pembanguan
6) Perdagangan Internasional
7) Kesejahteraan Bangsa
Saran
Sebagai generasi penerus islam, maka seudah seharusnya kita menjunjung tinggi pemikiran-pemikiran islami.



DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman Karim, Sejarah pemikiran Ekonomi, Edisi ketiga, Jakarta: Rajawali
Press.2006
_______________, Ekonomi Mikro Islami. Edisi Kedua. Jakarta: IIIT, 2003
Ali Abdul Wahid Wafi,Ibnu Khaldun: Riwayat hidup dan Karyanya, Pent. Ah-Madi Thaha, (Jakarta : Grafiti Press,1985).
Agustianto, , “Pemikiran Ekonomi Ibnu Khaldun dan Signifikansinya dalam Konteks
Kekinian”, 2005, paper tidak diterbitkan.
Azmuyardi Azra, dkk(ed). Ensiklopedi islam II, (Jakarta: intermasa, 1996).
Badri Yatim, Hostiografi Islam,(Jakarta:Logos Wacana Ilmu,1997)
Bey Sapta, 2003, “Belajar Keadilan pada Ibn Khaldun dan Abu Yusuf”, Tazkia Online,
15 Nov 2011.
Boulakia, Jean David C., 1971. “Ibn Khaldun: A Fourteenth-Century Economist”.
The Journal of Political Economy, Vol. 79, No. 5, pp. 1105-1118 (edisi
terjemah).
Cristopher Pass & Bryan Lowes, Dictionary of Economics, (terjemahan), Jakarta, Erlangga).
Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2003.
Euis Amaliah, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer, Jakarta, Granada Press, 2007.
Farrukh,Umar.1962.Tarikh al-fikr al-arabi.Beirut: Matba’ah al-tijari.
Ibn Khaldun, Muqaddimah,Edisi Indonesia,Penerj,Ahmadie Thaha, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2000).
Moch. Abdullah Enan, Ibn khaldun His Life dan Work, (Lahore:Khasmiri Bazar,1946).
Zainab al-Khudari, Filsafat Sejarah Ibn khaldun,Pent.Ahmad Rafi’Usmani,(Bandung:Penerbit Pustaka,1987).
Umar Chapra, The Future of Islamic Economic; An Islamic Prespective, Jakarta: SEBI(edisi terjemah), 2001.
Zaki, Abdullah Al Kaaf.2002. Ekonomi dalam Perspektif Islam. Bandung : Pustaka Setia
http://www.uin-alauddin.ac.id/download-04%20Aswad.pdf
http://shariaeconomics.wordpress.com/2011/02/26/pemikiran-ekonomi-ibnu-khaldun/

No comments:

Post a Comment