Monday, May 26, 2014

Brebesku, Brebesmu, Brebes kita Bersama



Brebesku, Brebesmu, Brebes kita Bersama


            Brebes adalah tempat terindah buatku, karena disana banyak orang-orang tercinta. Brebes yang terkenal dengan Bawang Merah dan Telor Asin merupakan ciri khas kebanggaan kota brebes karena memang brebes mempunyai iklim tropis, curah hujan rata-rata 18,94 mm per bulan. Kondisi itu menjadikan kawasan tesebut sangat potensial untuk pengembangan produk pertanian seperti tanaman padi, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan sebagainya.
Dilihat dari sejarahnya pun nama brebes atau dalam Bahasa Jawa perkataan Brebes atau mrebes berarti tansah metu banyune yang berarti selalu keluar airnya. Ini merupakan keuntungan untuk mengembangkan produk pertanian.
            Brebes sebagai penghasil bawang merah terbaik harus mengalami kendala penanaman dikarenakan cuaca yang kian membuat bawang merah terserang banyak hama seperti ulat bawang yang menggerogoti daun bawang, padahal sang petani sudah mengeluarkan banyak biaya untuk mengurusi tanaman bawangnya, di desa Kubangsari dusun Dukuh Wangon banyak tanaman bawang yang tidak panen karena hama dan hujan yang tidak menentu, mendung,hujan rintik-rintik ikut andil menyebabkan bawang gampang terserang penyakit.
            Banyak Petani bawang mengalami kerugian, terkhusus orangtua saya sebagai petani bawang yang mengalami kerugian berpuluh-puluh juta. Sekarang petani bawang susah menanam kareana struktur tanah yang sudah tidak subur, pengolahan tanah yang tidak memadai, modal yang kecil. Tapi, dibrebes sebagai penghasil bawang kenapa tidak ada penyuluhan didesa kami tepatnya desa kubangsari kec. Ketanggungan? Sungguh mereka perlu orang-orang yang merangkul petani bawang, berikan penyuluhan bagaimana cara yang efektif menanggulangi hama, bagaimana cara pengolahan lahan yang baik, bagaimana cara pemilihan bibit unggul yang baik. Kata ayah saya bapak Nuridin, seorang petani itu tidak ada gurunya beliau mengandalkan ilmu “katon” meraka hanya mengkira-kira saja, mengandalkan insting.
            Padahal brebes terkenal dengan bawang merahnya, tapi sekarang hasil panen menurun, petani menjual bawang nya murah, bibitnya mahal. Apa ini yang diinginkan brebes? Tidak! Tapi pemerintah diam saja. Tidak menanggapi masalah ini.
            Seorang petani sulit mendapatkan bibit yang unggul karena terkadang karena kepolosan mereka, mereka dibodohi dengan bibit yang jelek.Miris sekali dengarnya, juragan bawang yang membeli bawang ditempat dengan murah dan banyak sekali calo-calo yang mengeruk hasil penjualan bawang. Oh kenapa harus petani? Apa salah mereka ?
Coba lihat mereka yang banting tulang bermodal besar tapi yang mereka dapatkan hanya segelintir. Sayang sekali petani bawang ditelantarkan sperti itu.
            Pada musim kemarau, petani berhadapan dengan hama dan kekurangan air. Dimusim penghujan, petani menghadapi masalah penyakit jamur dan banjir. Untuk mengatasi hama dan penyakit itu, petani harus memiliki uang untuk menjinakkannya. Untuk keperluan pupuk & obat-obatan itu, kebanyakan petani berhutang kepada toko sarana produksi yang ada disekitarnya. Beruntung ada pengusaha toko yang mau meminjaminya walau petani harus membayar biaya bunga tinggi yang dibebankan pada peminjaman tersebut.
             Untuk mengatasi kekeringan, petani harus memiliki uang untuk membeli & mengoperasionalkan pompa air. Sedangkan kalau kebanjiran seperti yang dialami Wawan dari Kendal, atau banyak petani di Kecamatan Bulakamba, Wanasari  atau  Tanjung – Brebes, petani hanya dapat ”pasrah” pada takdir.
Dilihat permasalahan diatas, kok iya sih brebes seperti ini? Katanya brebes penghasil bawang yang baik loh ko jadi ditelantarkan gini?
            Kondisi  turunnya harga itu saat ini diperparah dengan masuknya bawang merah import  kepasar. Sudah lama berlangsung bahwa, setiap menjelang petani bawang merah di Brebes panen, bawang import dari Filipina masuk ke Pasar Bawang – Brebes melalui pelabuhan Cirebon. Bawang import dijual ”murah” untuk ukuran Brebes, sehingga menciptakan suasana harga rendah. Dampaknya, begitu petani Brebes memanen bawang merahnya, harga pasar sudah berada pada posisi murah, sehingga harga menjadi ”jatuh” lebih rendah lagi.oh aku merasa kasihan pada petani bawang, dampaknya itu ke anak-anak mereka. Kadang aku juga diwanti-wanti untuk menghemat sekarang ini,karena apa? Karena ayah saya tidak punya uang banyak untuk membiayai kuliah saya, karena yah saya beberapa kali gagal menanan bawang, kondisi seperti ini yang membuat kau merasa terkendala dikeuangan sekarang ini, aku berusaha mencari beasiswa di PEMDA Brebes, tapi tidak ada tanggapan sama sekali. Apa seperti ini brebes kita? Apa jalan harus rusak terus? Apa harus warga brebes yang sudah membayar pajak harus menjadi korban keganasan jalan yang rusak? Apa seprti ini brebes kita? Miris sekali bukan. Aku bahkan malu ketika teman dari Cirebon mengunjungi rumahku katanya “brebes itu jalannnya ga enak, emang bupatinya kemana?”. Kita sebagai orang brebes mau jawabapa coba?
            Brebes sekarang ini di daerah ketanggungan, Larangan, Songgom lagi diperbaiki jalan  nya, ya semoga tidak rusak lagi.
            Ayolah Brebes bersama-sama membangun kota Brebes untuk kemajuan bersama. Masa iya kalah sama tetangga kita, Tegal dan Cirebon.