Brebesku, Brebesmu, Brebes kita Bersama
Brebes
adalah tempat terindah buatku, karena disana banyak orang-orang tercinta.
Brebes yang terkenal dengan Bawang Merah dan Telor Asin merupakan ciri khas
kebanggaan kota brebes karena memang brebes mempunyai iklim tropis, curah hujan
rata-rata 18,94 mm per bulan. Kondisi itu menjadikan kawasan tesebut sangat
potensial untuk pengembangan produk pertanian seperti tanaman padi,
hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan sebagainya.
Dilihat dari sejarahnya pun nama
brebes atau dalam Bahasa Jawa perkataan Brebes atau mrebes berarti tansah metu
banyune yang berarti selalu keluar airnya. Ini merupakan keuntungan untuk
mengembangkan produk pertanian.
Brebes
sebagai penghasil bawang merah terbaik harus mengalami kendala penanaman
dikarenakan cuaca yang kian membuat bawang merah terserang banyak hama seperti
ulat bawang yang menggerogoti daun bawang, padahal sang petani sudah mengeluarkan
banyak biaya untuk mengurusi tanaman bawangnya, di desa Kubangsari dusun Dukuh
Wangon banyak tanaman bawang yang tidak panen karena hama dan hujan yang tidak
menentu, mendung,hujan rintik-rintik ikut andil menyebabkan bawang gampang
terserang penyakit.
Banyak
Petani bawang mengalami kerugian, terkhusus orangtua saya sebagai petani bawang
yang mengalami kerugian berpuluh-puluh juta. Sekarang petani bawang susah
menanam kareana struktur tanah yang sudah tidak subur, pengolahan tanah yang
tidak memadai, modal yang kecil. Tapi, dibrebes sebagai penghasil bawang kenapa
tidak ada penyuluhan didesa kami tepatnya desa kubangsari kec. Ketanggungan? Sungguh
mereka perlu orang-orang yang merangkul petani bawang, berikan penyuluhan
bagaimana cara yang efektif menanggulangi hama, bagaimana cara pengolahan lahan
yang baik, bagaimana cara pemilihan bibit unggul yang baik. Kata ayah saya
bapak Nuridin, seorang petani itu tidak ada gurunya beliau mengandalkan ilmu “katon”
meraka hanya mengkira-kira saja, mengandalkan insting.
Padahal
brebes terkenal dengan bawang merahnya, tapi sekarang hasil panen menurun,
petani menjual bawang nya murah, bibitnya mahal. Apa ini yang diinginkan
brebes? Tidak! Tapi pemerintah diam saja. Tidak menanggapi masalah ini.
Seorang
petani sulit mendapatkan bibit yang unggul karena terkadang karena kepolosan
mereka, mereka dibodohi dengan bibit yang jelek.Miris sekali dengarnya, juragan
bawang yang membeli bawang ditempat dengan murah dan banyak sekali calo-calo
yang mengeruk hasil penjualan bawang. Oh kenapa harus petani? Apa salah mereka
?
Coba lihat mereka yang banting
tulang bermodal besar tapi yang mereka dapatkan hanya segelintir. Sayang sekali
petani bawang ditelantarkan sperti itu.
Pada
musim kemarau, petani berhadapan dengan hama dan kekurangan air. Dimusim
penghujan, petani menghadapi masalah penyakit jamur dan banjir. Untuk mengatasi
hama dan penyakit itu, petani harus memiliki uang untuk menjinakkannya. Untuk
keperluan pupuk & obat-obatan itu, kebanyakan petani berhutang kepada toko
sarana produksi yang ada disekitarnya. Beruntung ada pengusaha toko yang mau
meminjaminya walau petani harus membayar biaya bunga tinggi yang dibebankan
pada peminjaman tersebut.
Untuk mengatasi kekeringan, petani harus
memiliki uang untuk membeli & mengoperasionalkan pompa air. Sedangkan kalau
kebanjiran seperti yang dialami Wawan dari Kendal, atau banyak petani di
Kecamatan Bulakamba, Wanasari atau Tanjung – Brebes, petani hanya dapat ”pasrah”
pada takdir.
Dilihat permasalahan diatas, kok iya
sih brebes seperti ini? Katanya brebes penghasil bawang yang baik loh ko jadi
ditelantarkan gini?
Kondisi turunnya harga itu saat ini diperparah dengan
masuknya bawang merah import kepasar.
Sudah lama berlangsung bahwa, setiap menjelang petani bawang merah di Brebes
panen, bawang import dari Filipina masuk ke Pasar Bawang – Brebes melalui
pelabuhan Cirebon. Bawang import dijual ”murah” untuk ukuran Brebes, sehingga
menciptakan suasana harga rendah. Dampaknya, begitu petani Brebes memanen
bawang merahnya, harga pasar sudah berada pada posisi murah, sehingga harga
menjadi ”jatuh” lebih rendah lagi.oh aku merasa kasihan pada petani bawang,
dampaknya itu ke anak-anak mereka. Kadang aku juga diwanti-wanti untuk menghemat
sekarang ini,karena apa? Karena ayah saya tidak punya uang banyak untuk
membiayai kuliah saya, karena yah saya beberapa kali gagal menanan bawang,
kondisi seperti ini yang membuat kau merasa terkendala dikeuangan sekarang ini,
aku berusaha mencari beasiswa di PEMDA Brebes, tapi tidak ada tanggapan sama
sekali. Apa seperti ini brebes kita? Apa jalan harus rusak terus? Apa harus
warga brebes yang sudah membayar pajak harus menjadi korban keganasan jalan
yang rusak? Apa seprti ini brebes kita? Miris sekali bukan. Aku bahkan malu
ketika teman dari Cirebon mengunjungi rumahku katanya “brebes itu jalannnya ga
enak, emang bupatinya kemana?”. Kita sebagai orang brebes mau jawabapa coba?
Brebes
sekarang ini di daerah ketanggungan, Larangan, Songgom lagi diperbaiki jalan nya, ya semoga tidak rusak lagi.
Ayolah
Brebes bersama-sama membangun kota Brebes untuk kemajuan bersama. Masa iya
kalah sama tetangga kita, Tegal dan Cirebon.